Kamis, 17 Juni 2010

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Pertama
Pengertian

Pasal 1

Dalam Undang Undang ini yang dimaksudkan dengan :

1. Pornografi adalah substansi dalam media atau alat komunikasi yang dibuat untuk menyampaikan gagasan-gagasan yang mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika.

2. Pornoaksi adalah perbuatan mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotika di'muka umum.

3. Media massa cetak adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan­pesan secara visual kepada masyarakat luas berupa barang-barang cetakan massal antara lain buku, suratkabar, majalah, dan tabloid.

4. Media massa elektronik adalah alat atau sarana penyampaian informasi dan pesan­pesan secara audio dan/atau visual kepada masyarakat luas antara lain berupa radio, televisi, film, dan yang dipersamakan dengan film.

5. Alat komunikasi medio adalah sarana penyampaian informasi dan pesan-pesan secara audio dan/atau visual kepada satu orang dan/atau sejumlah orang tertentu antara lain berupa telepon, Short Message Service, Multimedia Messaging Service, surat, pamflet, leaflet, booklet, selebaran, poster, dan media elektronik baru yang berbasis komputer seperti internet dan intranet.

6. Barang pornografi adalah semua benda yang materinya mengandung sifat pornografi antara lain dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, tabloid dan media cetak sejenisnya, film, dan/atau yang dipersamakan dengan film, video, Video Compact Disc, Digital Video Disc, Compact Disc, Personal Computer-Compact Disc Read Only Memory, dan kaset.

7. Jasa pornografi adalah segala jenis layanan pornografi yang diperoleh antara lain melalui telepon, televisi kabel, internet, dan komunikasi elekronik lainnya, dengan cara memesan atau berlangganan barang-barang pornografi yang dapat diperoleh secara langsung dengan cara menyewa, meminjam, atau membeli.

8. Membuat adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan memproduksi materi media massa cetak, media massa elektronik, media komunikasi lainnya, dan barang­barang pornografi.

9. Menyebarluaskan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan mengedarkan materi media massa cetak, media massa elektronik, media-media komunikasi lainnya, dan mengedarkan barang-barang yang mengandung sifat pornografi dengan cara memperdagangkan, memperlihatkan, memperdengarkan, mempertontonkan, mempertunjukan, menyiarkan, menempelkan, dan/atau menuliskan.

10. Menggunakan adalah kegiatan memakai materi media massa cetak, media massa elektronik, alat komunikasi medio, dan barang dan/atau jasa pornografi.

11. Pengguna adalah setiap orang yang dengan sengaja menonton/ menyaksikanpornografi dan/atau pornoaksi.

12. Setiap orang adalah orang perseorangan, perusahaan, atau distributor sebagai kumpulan orang baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

13. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Presiden.

14. Mengeksploitasi adalah kegiatan memanfaatkan perbuatan pornoaksi untuk tujuanmendapatkan keuntungan materi atau non materi bagi diri sendiri dan/atau oranglain.

15. Hubungan seks adalah kegiatan hubungan perkelaminan balk yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri maupun pasangan lainnya yang bersifat heteroseksual, homoseks atau Iesbian.

16. Anak-anak adalah seseorang yang belum berusia 2 (dua belas) tahun

17. Dewasa adalah seseorang yang telah berusia 12 (dua betas) tahun keatas.

18. Jasa pornoaksi adalah segala jenis layanan pornoaksi yang dapat diperoleh secaralangsung atau melalul perantara, baik perseorangan maupun perusahaan.

19. Perusahaan adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, balkberupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

20. Orang lain adalah orang selain suami atau istri yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



Bagian Kedua
Asas dan Tujuan

Pasal 2

Pelarangan terhadap pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi serta perbuatan dan penyelenggaraan pornoaksi berasaskan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan memperhatikan nilai-nilai budaya, susila, dan moral, keadilan, perundungan hukum, dan kepastian hukum.


Pasal 3

Anti pornografi dan pornoaksi bertujuan ;

a. Menegakkan dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia yang beriman dan bertakwa dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur kepadaTuhan Yang Maha Esa. ,

b. Memberikan perlind`ungan, pembinaan, dan pendidikan moral dan akhlak masyarakat



BAB II
LARANGAN

Bagian Pertama
Pornografi

Pasal 4

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual darf orang dewasa.

Pasal 5

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa.

Pasal 6

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh .atau.bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis. .

Pasal 7

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank aktivitas orang yang berciuman bibir.

Pasal 8

Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisanyang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani.

Pasal 9

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis.

(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia.

(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan.

Pasal 10

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pesta seks.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks.

Pasal 11

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani danlatau hubungan seks.

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak.

Pasal 12

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 13

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 14

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 15

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.


Pasal 16

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.


Pasal 17

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio. .

(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(5) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.


Pasal 18

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.



(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 19

(1) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi,.gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(2) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(3) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

(4) Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio.

Pasal 20

Setiap orang dilarang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tank bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tank tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan.

Pasal 21

Setiap orang dilarang menyuruh atau memaksa. anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks.

Pasal 22

Setiap orang dilarang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni.

Pasal 23

Setiap orang dilarang membeli barang pornografi dan/atau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 24

(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.

(3) Setiap orang dilarang menyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23.



Bagian Kedua
Pornoaksi

Pasal 25

(1) Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual.

Pasal 26

(1) Setiap orang dewasa dilarang dengan sengaja telanjang di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum.

Pasal 27

(1) Setiap orang dilarang berciuman bibir di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang rnenyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum.

Pasal 28

(1) Setiap orang dilarang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang Fmenyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum.

Pasal 29

(1) Setiap orang dilarang melakukan masturbasi, onani atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan masturbasi, onani, ataugerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani di muka umum.

(3) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani,atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan masturbasi atau onani.

Pasal 30

(1) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

(2) Setiap orang dilarang menyuruh orang lain untuk melakukan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks di muka umum.

(3) Setiap orang dilarang melakukan hubungan seks dengan anak -anak.

(4) Setiap orang dilarang menyuruh anak-anak untuk melakukan kegiatan hubungan seks atau gerakan tubuh yang menyerupai kegiatan hubungan seks.

Pasal 31

(1) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks.

(2) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak-anak.

(3) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks.

(4) Setiap orang dilarang menyelenggarakan acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

Pasal 32

(1) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks.

(2) Setiap orang dilarang menonton acara pertunjukan seks dengan melibatkan anak­anak.

(3) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks.

(4) Setiap orang dilarang menonton acara pesta seks dengan melibatkan anak-anak.

Pasal 33

(1) Setiap orang dilarang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.

(2) Setiap orang dilarang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasai 32.

(3) Setiap orang dilarang rnenyediakan peralatan dan/atau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornoaksi, acara pertunjukan seks, atau acara pesta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 32.



BAB III
PENGECUALIAN DAN PERIZINAN

Bagian Pertama
Pengecualian

Pasal 34

(1) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 23 dikecualikan untuk tujuan pendidikan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dalam batas yang diperlukan.

(2) Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada lembaga riset atau lembaga pendidikan yang bidang keilmuannya bertujuan untuk pengembangan pengetahuan.

Pasal 35

(1) Penggunaan barang pornografi dapat dilakukan untuk keperluan pengobatan gangguan kesehatan.

(2) Penggunaan barang pornografi untuk keperluan gangguan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah mendapatkan rekomendasi dari dokter, rumah sakit dan/atau lembaga kesehatan yang mendapatkan ijin dari Pemerintah.

Pasal 36

(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat-istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaanritus keagamaan atau kepercayaan;

b. kegiatan seni;

c. kegiatan olahraga; atau

d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.



Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 37

(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 38

1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;

b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;

c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;

d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;

Pasal 39

(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

BAB IV

BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan

Pasal 40

(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.



Pasal 41

BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.



Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas

Pasal 42

BAPPN mempunyai fungsi:

a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

b. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;

d. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;

e. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam

rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

f. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa

pornografi, dan jasa pornoaksi;

g. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

Pasal 43

(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;

b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;

b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan prilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.

(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;

c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.

Pasal 36

(1) Pelarangan pornoaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, atau Pasal 32, dikecualikan untuk:

a. cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat-

istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan

ritus keagamaan atau kepercayaan;

b. kegiatan seni;

c. kegiatan olahraga; atau

d. tujuan pendidikan dalam bidang kesehatan.

(2) Kegiatan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus pertunjukan seni.

(3) Kegiatan olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dilaksanakan di tempat khusus olahraga.



Bagian Kedua
Perizinan

Pasal 37

(1) Tempat khusus pertunjukan seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

(2) Tempat khusus olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) harus mendapatkan izin dari Pemerintah.

Pasal 38

1. Pemerintah dapat memberikan izin kepada setiap orang untuk memproduksi, mengimpor dan menyebarluaskan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik untuk keperluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dan Pasal 35.

2. Setiap orang yang melakukan penyebarluasan barang pornografi dalam media cetak dan/atau media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memenuhi syarat:

a. penjualan barang dan/atau jasa pornografi hanya dilakukan ,oleh badan-badan usaha yang memiliki izin khusus;

b. penjualan barang dan/atau jasa pornografi secara langsung hanya dilakukan di tempat-tempat tertentu dengan tanda khusus;

c. penjualan barang pornografi dilakukan dalam bungkus rapat dengan kemasan bertanda khusus dan segel tertutup;

d. barang pornografi yang dijual ditempatkan pada etalase tersendiri yang Ietaknya jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja berusia dibawah 18 (delapan betas) tahun;

Pasal 39

(1) Izin dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan Pasal 38 selanjutnya diatur dengän Peraturan Pemerintah.

(2) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengatur pemberian izin dan syarat-syarat secara umum dan pengaturan selanjutnya secara khusus diserahkan kepada daerah seuai dengan kondisi, adat istiadat dan budaya daerah masing-masing.

BAB IV

BADAN ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI NASIONAL

Bagian Pertama
Nama dan Kedudukan

Pasal 40

(1) Untuk mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan pornoaksi dalam masyarakat dibentuk Badan Anti Pornografi dan Pornoaksi Nasional, yang selanjutnya disingkat menjadi BAPPN.

(2) BAPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah lembaga non-struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 41

BAPPN berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.



Bagian Kedua
Fungsi dan Tugas

Pasal 42

BAPPN mempunyai fungsi:

a. pengkoordinasian instansi pemerintah dan badan lain terkait dalam penyiapan dan

b. penyusunan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

c. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

d. pengkoordinasian instansi pemerintah dalam mengatur pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan barang pornografi dan jasa pornografi untuk tujuan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan;

e. pengoperasian satuan tugas yang terdiri dari unsur pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya masing-masing;

f. pembangunan dan pengembangan sistem komunikasi, informasi dan edukasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

g. pemutusan jaringan pembuatan, dan penyebarluasan barang pornografi, jasa pornografi, dan jasa pornoaksi;

h. pelaksanaan kerjasama nasional, regional, dan internasional dalam rangka pencegahan dan penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

Pasal 43

(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf a, BAPPN mempunyai tugas :

a. Meminta informasi tentang upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi kepada instansi dan/atau badan terkait;

b. melakukan pengkajian dan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah pornografi dan/atau pornoaksi;

(2) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf b, BAPPN mempunyai tugas :

a. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi dan/atau badan terkait;

b. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf c, BAPPN mempunyai tugas memantau dan melakukan penilaian terhadap sikap dan perilaku masyarakat terhadap pornografi dan/atau pornoaksi.

(4) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf d, BAPPN mempunyai tugas melakukan pengawasan, penelitian atau penelaahan terhadap instansi dan badan yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan ponografi dan pornoaksi.



(5) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf e, BAPPN mempunyai tugas memberi komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi kepada masyarakat dalam upaya mencegah dan menanggulangi masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(6) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf f, BAPPN mempunyai tugas :

a. mendorong berkembangnya partisifasi masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menerima laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.

(7) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 huruf g, BAPPN mempunyai tugas :

a. meneruskan laporan masyarakat yang berkaitan dengan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

b. menjadi saksi ahli pada proses pemeriksaan tersangka/terdakwa dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan;

c. mengkoordinasikan pertemuan dengan instansi dan badan lain terkait baik dalam tingkat nasional maupun tingkat internasional yang tugas dan wewenangnya mencegah dan menanggulangi pornografi dan/atau pornoaksi.



Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 44

(1) BAPPN terdiri atas seorang Ketua merangkap Anggota, seorang Wakil Ketua merangkap Anggota, serta sekurang-kurangnya 11 (sebelas) orang Anggota yang terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat.

(2) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota BAPPN adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

(3) Ketua dan Wakil Ketua BAPPN dipilih dari dan oleh Anggota.

Pasal 45

(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota BAPPN mengucapkan sumpah/janji menurut agama dan kepercayaannya masing-masing di hadapan Presiden Republik Indonesia.



(2) Lafal sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

"Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk memangku jabatan saya ini langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung 'atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa,

dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia ,

Tahun 1945 dan segala undang-undang yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia."

"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan tidak membeda-bedakan orang dalam melaksanakan kewajiban saya."



Pasal 46

Persyaratan keanggotaan BAPPN adalah :

a. warga negara Indonesia;

b. sehat jasmani dan rohani;

c. berkelakuan baik;

d. memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pornografi dan pornoaksi; dan

e. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Pasal 47

Keanggotaan BAPPN berhenti atau diberhentikan karena :

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;

c. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia;

d. sakit secara terus menerus;

e. melanggar sumpah/janji;

f. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau

g. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan.



Pasal 48

(1) BAPPN dibantu oleh Sekretariat.

(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan oleh BAPPN.

(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam keputusan BAPPN.

Pasal 49

Pembiayaan untuk pelpksanaan tugas BAPPN dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50

Ketentuan lebih lanjut mengenai BAPPN diatur dengan Peraturan Presiden.



BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 51

(1) Setiap warga masyarakat berhak untuk berperan serta dalam pencegahan dan penanggulangan pornografi dan/atau pornoaksi berupa :

a. hak untuk mendapatkan komunikasi, informasi, edukasi, dan advokasi;

b. menyampaikan keberatan kepada BAPPN terhadap pengedaran barang dan/atau penyediaan jasa pornografi dan/atau pornoaksi;

c. melakukan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap seseorang, sekelompok orang, dan/atau badan yang diduga melakukan tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi;

d. gugatan perwakilan sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh dan/atau melalui lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(2) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk :

a. melakukan pembinaan moral, mental spiritual, dan akhlak masyarakat dalam rangka membentuk masyarakat yang berkepribadian luhur, berakhlaq mulia, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. membantu kegiatan advokasi, rehabilitasi, dan edukasi dalam penanggulangan masalah pornografi dan/atau pornoaksi.

(3) Setiap warga masyarakat berkewajiban untuk melaporkan kepada pejabat yang berwenang apabila melihat dan/atau mengetahui adanya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi.



BAB VI

PERAN PEMERINTAH
Pasal 52

Pemerintah berwenang melakukan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral dengan negara lain dalam upaya menanggulangi dan memberantas masalah pornografi dan/atau pornoaksi sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara.

Pasal 53

Pemerintah wajib memberikan jaminan hukum dan keamanan kepada pelapor terjadinya tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi:

Pasal 54

(1) Penyidik wajib menindaklanjuti laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (7) huruf a.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menindaklanjuti laporan terjadinya pornoaksi dikenakan sanksi administratif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.



BAB VII

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN DAN PEMERIKSAAN
Pasal 55

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan terhadap tindak pidana pornografi dan/atau pornoaksi dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

PEMUSNAHAN
Pasal 56

(1) Pemusnahan barang pornografi dilakukan terhadap hasil penyitaan dan perampasan barang yang tidak berijin berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerja sama dengan BAPPN.

(3) Pemusnahan barang pornografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh penuntut umum bekerjasama dengan BAPPN dengan membuat berita acara yang sekurang-kurangnya memuat :

a. nama media apabila barang disebarluaskan melalui media massa cetak dan/atau media massa elektronik;

b. nama dan jenis serta jumlah barang yang dimusnahkan;

c. hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan;

d. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai barang yang dimusnahkan; dan

e. tanda tangan dan identitas Iengkap para pelaksana dan pejabat yang melaksanakan dan menyaksikan pemusnahan.



BAB IX

KETENTUAN SANKSI

Bagian Pertama
Sanksi Administratif

Pasal 57

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) diancam dengan sanksi administratif berupa pencabutan ijin usaha;

(2) Setiap orang yang telah dicabut ijin usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengajukan kembali ijin usaha sejenis.



Bagian Kedua
Ketentuan Pidana

Pasal 58

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,-(lima ratus juta rupiah).

Pasal 59

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,-(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 60

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Pasal 61

Setiap orang yang dengan sengaja membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Pasal 62

Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan atau paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 63

(1) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(3) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda .paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(4) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 . (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 64

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik orang berhubungan seks dalam acara pasta seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam pertunjukan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 65

(1) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas anak-anak yang melakukan masturbasi, onani dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang melakukan hubungan seks atau aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 66

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa melalui media massa cetak, media massa elektronik danlatau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 67

Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 68

Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua betas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 69

Setiap orang dilarang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang berciuman bibir melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sêbagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 70

Setiap orang yang menyiarkan, memper.dengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan atau paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 71

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan sejenis melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan orang yang telah meninggal dunia melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(5) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan hewan melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 72

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau

menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam acara pesta seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama

15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam pertunjukan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 2.500.000.000 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 73

(1) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam melakukan masturbasi atau onani melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pOing lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak dalam berhubungan seks melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat r4us juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(3) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks dengan anak-anak melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

(4) Setiap orang yang menyiarkan, memperdengarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas orang dalam berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan anak-anak dengan cara sadis, kejam, pemukulan, sodomi, perkosaan, dan cara-cara kekerasan lainnya melalui media massa cetak, media massa elektronik dan/atau alat komunikasi medio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Pasal 74

Setiap orang yang menjadikan diri sendiri dan/atau orang lain sebagai model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa, ketelanjangan tubuh dan/atau daya tarik tubuh atau bagian-bagian tubuh orang yang menari erotis atau bergoyang erotis, aktivitas orang yang berciuman bibir, aktivitas orang yang melakukan masturbasi atau onani, orang yang berhubungan seks atau melakukan aktivitas yang mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis, pasangan sejenis, orang yang telah meninggal dunia dan/atau dengan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus limb puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,-(tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 75

Setiap orang yang menyuruh atau memaksa anak-anak menjadi model atau obyek pembuatan tulisan, suara atau rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi aktivitas anak-anak untuk melakukan masturbasi, onani, dan/atau hubungan seks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan/atau pidana denda paling' sedikit Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).

Pasal 76

Setiap orang yang membuat, menyebarluaskan, dan menggunakan karya seni yang mengandung sifat pornografi di media massa cetak, media massa elektronik, atau alat komunikasi medio, dan yang berada di tempat-tempat umum yang bukan dimaksudkan sebagai tempat pertunjukan karya seni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dipidana dengan pidana paling singkat 18 (delapan betas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 77

Setiap orang yang membeli barang pornografi danlatau jasa pornografi tanpa alasan yang dibenarkan berdasarkan Undang-Undang ini sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 23 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun atau paling lama 5 (lima) tahun danlatau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Pasal 78

(1) Setiap orang yang menyediakan dana bagi orang lain untuk melakukan kegiatan dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyediakan tempat bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi danlatau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,-(tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Setiap orang yang menyediakan peralatan danlatau perlengkapan bagi orang lain untuk melakukan kegiatan pornografi dan/atau pameran pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima betas) tahun danlatau pidana denda paling sedikit Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).

Pasal 79

(1) Setiap orang dewasa yang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

Pasal 80

(1) Setiap orang dewasa yang dengan sengaja telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk telanjang di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta 'rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).

Pasal 81

(1) Setiap orang yang berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 1 (satu), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain berciuman bibir di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat 2 (dua), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 82

(1) Setiap orang yang menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh orang lain untuk menari erotis atau bergoyang erotis di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 18 (delapan belas) bulan dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000 (seratus lima puluh juta rupia
Suka dengan artikel ini? [Bagikan artikel ini ke teman2-mu di FACEBOOK. Klik disini]


Posted: 06 April 2006 07:31 by google

Tips & Cara Bermain Saham

* Perlakukan saham sebagai “human”, bukan dipahami semata-mata ”by the book” saja. Lihat juga orang-orang yang mengelolanya.
* Jangan sepenuhnya percaya pada data-data keuangan, apalagi yang belum diaudit dan/atau belum disahkan oleh Bapepam. Indonesia adalah salah satu contoh emerging market, dan karakteristik utama dari pasar seperti ini adalah data yang seringkali unreliable. Jadi, tetaplah bersikap konservatif dan hati-hati.
* Ada baiknya Anda mulai dengan mengoleksi saham-saham blue chip yang turun harganya karena sentimen right issue. Tak apa, dalam waktu yang tidak terlalu lama, biasanya harganya segera terkoreksi dan merangkak naik. Return saham-saham blue chip biasanya average, tapi cukup layak untuk dipegang dalam jangka waktu lama.
* Anda juga bisa mengikuti aksi yang dilakukan para bandar. Bermainlah bisnis online sedikit dengan saham gorengan. Biasanya, saham ini tidak terlalu banyak peredarannya sehingga mudah dikatrol dan dipermainkan harganya. Ciri-cirinya, volume transaksi saham ini cukup besar dan nilainya turun tapi kemudian perlahan-lahan naik. Sekali lagi, hati-hati karena tren bisa segera berbalik dengan cepat dan gunakan hanya jika ada uang berlebih.
* Disiplin. Tetapkan batas atas dan batas bawah. Misalnya, 33% di atas dan 5% di bawah. Taati aturan itu dan jangan sekali-kali mengikuti nafsu dan emosi Anda. Kalau Anda berani mengambil resiko, tidak apa-apa tanpa cut loss, kecuali 1) Anda pakai margin, 2) harga saham sudah tergolong tinggi, dan 3) ketika Anda masuk, harga atau tren berbalik arah.
* Tekun dan geluti secara serius. Lakukan analisis dan review portofolio secara berkala. Saya sarankan untuk memegang tidak lebih dari 9 jenis saham saja. Fokus pada maksimal 3 saham dan hold 1-2 saham untuk tetap dipegang untuk satu tahun. Kemampuan manusia terbatas, jadi baiknya jangan terlalu greedy.
* Belajar fundamental ekonomi global dan emiten tertentu adalah suatu keharusan. Lebih baik lagi jika Anda juga mengikuti selalu berita nasional dan mengamati korelasinya dengan gerakan di bursa.
* Simak karakteristik unik bursa. Misalnya, biasanya ada kecenderungan naik sekitar April-Mei sebagai antisipasi publikasi laporan keuangan dan pembagian dividen (sell). Sebaliknya, pada bulan September-Oktober seperti sekarang, biasanya kecenderungan turun karena sepi, tidak ada berita dan aktivitas (buy). Sementara pada akhir tahun ada kecenderungan naik, sebagai antisipasi window dressing dan menyambut january effect (sell). Pada bulan Februari-Maret, biasanya terjadi koreksi pasca window dressing dan january effect (buy). Begitu seterusnya.
* Broker juga manusia. Ajak mereka makan siang dan make friendship. Lakukan saja dengan tulus. Jangan pernah mengharapkan Anda akan mendapatkan insider information dari sini. Selain tidak etis, hal itu juga melanggar hukum (ilegal).
* Mohon bimbingan yang di atas. Percayalah bahwa banyak variabel yang berpengaruh tetapi berada di luar kendali kita. Di situlah peran tangan Tuhan berkuasa. Dan ketika Anda mendapatkan gain, jangan lupa sumbangkan sebagian dari apa yang Anda terima dan tetaplah bersikap rendah hati. Investor besar yang saya tahu rata-rata orang yang low profile, sederhana, dan tidak suka banyak bicara.

Informasi, analisis/strategi, sikap mental dan emosi, serta luck, tetap merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan Anda. Tiga faktor pertama bisa Anda pelajari, namun satu faktor terakhir hanya bisa Anda dapatkan dengan mendekatkan diri dengan yang di atas.

(sumber: chiko)

SEMINAR

Selasa, 15 Juni 2010

Mengenal Prinsip Akuntansi Syariah

*diambil dari milling list MES http://finance.groups.yahoo.com/group/ekonomi-syariah/

Akuntansi dikenal sebagai sistem pembukuan “double entry”. Menurut sejarah yang diketahui awam dan terdapat dalam berbagai buku “Teori Akuntansi”, disebutkan muncul di Italia pada abad ke-13 yang lahir dari tangan seorang Pendeta Italia bernama Luca Pacioli. Beliau menulis buku “Summa de Arithmatica Geometria et Propotionalita” dengan memuat satu bab mengenai “Double Entry Accounting System”. Dengan demikian mendengar kata ”Akuntansi Syariah” atau “Akuntansi Islam”, mungkin awam akan mengernyitkan dahi seraya berpikir bahwa hal itu sangat mengada-ada.



Namun apabila kita pelajari “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan “Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”



Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.



Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”



Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.



Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”



Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu kejadian atau peristiwa.



Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut.



Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.



Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai berikut:

1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang, baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba itu diperoleh.



Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat aksiomatis.



Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam Akuntansi Islam ada “meta rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang akan mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah lainnya.



Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah dalam Al Qur’an. “……… Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl/ 16:89)



Penulis: MERZA GAMAL (Pengkaji Sosial Ekonomi Islami)

PERSIAPAN UNTIK PERENCANAAN STRATEGIS

Pedoman untuk Perencanaan Selama Jauhkan Perspektif

Many managers spend most of their time "fighting fires" in the workplace. Banyak manajer menghabiskan sebagian besar waktu mereka "memerangi kebakaran" di tempat kerja. -- their time is spent realizing and reacting to problems. - Waktu mereka dihabiskan menyadari dan bereaksi terhadap masalah. For these managers -- and probably for many of us -- it can be very difficult to stand back and take a hard look at what we want to accomplish and how we want to accomplish it. We're too buy doing what we think is making progress. Untuk para manajer - dan mungkin bagi banyak dari kami - ini bisa sangat sulit untuk berdiri kembali dan melihat keras pada apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita ingin mencapainya. Juga membeli Kami melakukan apa yang kita anggap membuat kemajuan. However, one of the major differences between new and experienced managers is the skill to see the broad perspective, to take the long view on what we want to do and how we're going to do it. Namun, salah satu perbedaan utama antara manajer baru dan berpengalaman adalah keterampilan untuk melihat perspektif yang luas, untuk mengambil pandangan lama pada apa yang kita ingin lakukan dan bagaimana kita akan melakukannya. One of the best ways to develop this skill is through ongoing experience in strategic planning. Salah satu cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan ini adalah melalui pengalaman yang berkelanjutan dalam perencanaan strategis. The following guidelines may help you to get the most out of your strategic planning experience. Panduan berikut dapat membantu Anda untuk mendapatkan hasil maksimal dari pengalaman perencanaan strategis Anda.
1. 1. The real benefit of the strategic planning process is the process, not the plan document. Manfaat nyata dari proses perencanaan strategis adalah proses, bukan dokumen perencanaan.
2. 2. There is no "perfect" plan. Tidak ada "sempurna" rencana. There's doing your best at strategic thinking and implementation, and learning from what you're doing to enhance what you're doing the next time around. Ada melakukan yang terbaik pada pemikiran strategis dan implementasi, dan belajar dari apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan apa yang Anda lakukan pada waktu berikutnya.
3. 3. The strategic planning process is usually not an "aha!" experience. Proses perencanaan strategis biasanya bukan aha "pengalaman!". It's like the management process itself -- it's a series of small moves that together keep the organization doing things right as it heads in the right direction. Ini seperti proses manajemen itu sendiri - ini adalah serangkaian langkah kecil yang bersama-sama menjaga organisasi melakukan hal yang benar seperti kepala ke arah yang benar.
4. 4. In planning, things usually aren't as bad as you fear nor as good as you'd like. Dalam perencanaan, hal-hal yang biasanya tidak seburuk yang kamu takut tidak sebaik seperti yang Anda inginkan.
5. 5. Start simple, but start! Mulai yang sederhana, tapi memulai!

Need Consultant or Facilitator to Help You With Planning? Perlu konsultan atau fasilitator untuk Membantu Anda Dengan Perencanaan?

You may want to consider using a facilitator from outside of your organization if: Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk menggunakan fasilitator dari luar organisasi Anda jika:
1. 1. Your organization has not conducted strategic planning before. Organisasi Anda tidak melakukan perencanaan strategis sebelumnya.
2. 2. For a variety of reasons, previous strategic planning was not deemed to be successful. Untuk berbagai alasan, perencanaan strategis yang sebelumnya tidak dianggap berhasil.
3. 3. There appears to be a wide range of ideas and/or concerns among organization members about strategic planning and current organizational issues to be addressed in the plan. Tampaknya ada berbagai gagasan dan / atau masalah di antara anggota organisasi tentang perencanaan strategis dan isu-isu organisasi saat ini harus ditangani dalam rencana tersebut.
4. 4. There is no one in the organization who members feel has sufficient facilitation skills. Tidak ada satu dalam organisasi yang anggota merasa memiliki ketrampilan fasilitasi yang memadai.
5. 5. No one in the organization feels committed to facilitating strategic planning for the organization. Tidak seorang pun di organisasi merasa berkomitmen untuk memfasilitasi perencanaan strategis bagi organisasi.
6. 6. Leaders believe that an inside facilitator will either inhibit participation from others or will not have the opportunity to fully participate in planning themselves. Pemimpin percaya bahwa fasilitator dalam baik akan menghambat partisipasi dari orang lain atau tidak akan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam perencanaan sendiri.
7. 7. Leaders want an objective voice, ie, someone who is not likely to have strong predispositions about the organization's strategic issues and ideas. Pemimpin menginginkan suara yang objektif, yaitu, seseorang yang tidak cenderung memiliki kecenderungan kuat tentang isu-isu strategis organisasi dan ide.

(Also see Consultants (using) .) (Juga lihat Konsultan (menggunakan) .)

Who Should Be Involved in Planning? Siapa yang Harus Terlibat dalam Perencanaan?

Strategic planning should be conducted by a planning team. Consider the following guidelines when developing the team. Perencanaan strategis harus dilakukan oleh tim perencanaan. Pertimbangkan panduan berikut saat mengembangkan tim.
(Note that reference to boards of directors is in regard to organizations that are corporations.) (Catatan bahwa referensi untuk dewan direksi adalah berkaitan dengan organisasi yang perusahaan.)
1. 1. The chief executive and board chair should be included in the planning group, and should drive development and implementation of the plan. Eksekutif kepala dan kursi dewan harus dimasukkan dalam kelompok perencanaan, dan harus mendorong pengembangan dan implementasi rencana.
2. 2. Establish clear guidelines for membership, for example, those directly involved in planning, those who will provide key information to the process, those who will review the plan document, those who will authorize the document, etc. Menetapkan pedoman yang jelas untuk keanggotaan, misalnya, perencanaan yang secara langsung terlibat dalam, orang-orang yang akan memberikan informasi kunci untuk proses ini, mereka yang akan meninjau dokumen perencanaan, mereka yang akan mengotorisasi dokumen, dll
3. 3. A primary responsibility of a board of directors is strategic planning to effectively lead the organization. Tanggung jawab utama dari dewan direksi adalah perencanaan strategis untuk memimpin organisasi secara efektif. Therefore, insist that the board be strongly involved in planning, often including assigning a planning committee (often, the same as the executive committee). Oleh karena itu, bersikeras bahwa dewan akan sangat terlibat di dalam perencanaan, sering termasuk menugaskan sebuah komite perencanaan (sering, sama seperti komite eksekutif).
4. 4. Ask if the board membership is representative of the organization's clientele and community, and if they are not, the organization may want to involve more representation in planning. Tanyakan apakah keanggotaan dewan merupakan perwakilan dari organisasi klien dan masyarakat, dan kalau mereka tidak, organisasi mungkin ingin melibatkan perwakilan lebih dalam perencanaan. If the board chair or chief executive balks at including more of the board members in planning, then the chief executive and/or board chair needs to seriously consider how serious the organization is about strategic planning! Jika kursi dewan atau eksekutif balks di termasuk lebih dari anggota dewan dalam perencanaan, maka eksekutif kepala dan / atau kursi dewan perlu serius mempertimbangkan bagaimana organisasi serius adalah tentang perencanaan strategis!
5. 5. Always include in the group, at least one person who ultimately has authority to make strategic decisions, for example, to select which goals will be achieved and how. Selalu sertakan dalam grup tersebut, setidaknya satu orang yang akhirnya memiliki wewenang untuk membuat keputusan strategis, misalnya, untuk memilih tujuan yang akan dicapai dan bagaimana.
6. 6. Ensure that as many stakeholders as possible are involved in the planning process. Memastikan bahwa sebanyak mungkin stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan.
7. 7. Involve at least those who are responsible for composing and implementing the plan. Melibatkan setidaknya mereka yang bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan rencana tersebut.
8. 8. Involve someone to administrate the process, including arranging meetings, helping to record key information, helping with flipcharts, monitoring status of prework, etc. Libatkan seseorang untuk administrate proses, termasuk mengatur pertemuan, membantu untuk merekam informasi kunci, membantu dengan flipchart, pemantauan status prework, dll
9. 9. Consider having the above administrator record the major steps in the planning process to help the organization conduct its own planning when the plan is next updated. Mempertimbangkan memiliki catatan administrator di atas langkah-langkah utama dalam proses perencanaan untuk membantu organisasi melakukan perencanaan sendiri ketika rencananya adalah berikutnya diperbarui.

Note the following considerations: Perhatikan pertimbangan sebagai berikut:
10. 10. Different types of members may be needed more at different times in the planning process, for example, strong board involvement in determining the organization's strategic direction (mission, vision, and values), and then more staff involvement in determining the organization's strategic analysis to determine its current issues and goals, and then primarily the staff to determine the strategies needed to address the issues and meet the goals. Berbagai jenis anggota mungkin diperlukan lebih pada waktu yang berbeda dalam proses perencanaan, misalnya, keterlibatan dewan kuat dalam menentukan strategis arahan organisasi (misi, visi, dan nilai-nilai), dan kemudian lebih staf keterlibatan dalam menentukan strategis analisis organisasi untuk menentukan isu-isu saat ini dan tujuan, dan kemudian staf terutama untuk menentukan strategi yang diperlukan untuk mengatasi masalah dan mencapai tujuan.
11. 11. In general, where there's any doubt about whether a certain someone should be involved in planning, it's best to involve them. It's worse to exclude someone useful then it is to have one or two extra people in planning -- this is true in particular with organizations where board members often do not have extensive expertise about the organization and its products or services. Secara umum, di mana ada keraguan tentang apakah seseorang tertentu harus terlibat dalam perencanaan, yang terbaik untuk melibatkan mereka. Ini lebih buruk untuk mengecualikan seseorang yang berguna maka adalah untuk memiliki satu atau dua orang tambahan dalam merencanakan - hal ini benar khususnya dengan organisasi di mana anggota dewan sering tidak memiliki keahlian yang luas tentang organisasi dan produk atau jasa.
12. 12. Therefore, an organization may be better off to involve board and staff planners as much as possible in all phases of planning. Mixing the board and staff during planning helps board members understand the day-to-day issues of the organization, and helps the staff to understand the top-level issues of the organization. Oleh karena itu, sebuah organisasi mungkin lebih baik untuk melibatkan dewan dan staf perencana sebanyak mungkin dalam semua tahap perencanaan. Mencampur dewan dan staf selama perencanaan membantu anggota dewan memahami-hari masalah hari organisasi, dan membantu staf untuk memahami isu-isu tingkat atas organisasi.

How Many Planning Meetings Will We Need? Bagaimana Perencanaan Banyak Rapat Apakah Kita Perlu?
Number and Duration of Planning Meetings Jumlah dan Jangka waktu Perencanaan Rapat

1. 1. New planners usually want to know how many meetings will be needed and what is needed for each meeting, ie, they want a procedure for strategic planning. New perencana biasanya ingin tahu berapa banyak pertemuan akan dibutuhkan dan apa yang dibutuhkan untuk setiap pertemuan, yaitu, mereka menginginkan prosedur untuk perencanaan strategis. The number of meetings depends on whether the organization has done planning before, how many strategic issues and goals the organization faces, whether the culture of the organization prefers short or long meetings, and how much time the organization is willing to commit to strategic planning. Jumlah pertemuan tergantung pada apakah organisasi telah dilakukan perencanaan sebelum, berapa banyak isu-isu strategis dan tujuan organisasi wajah, apakah budaya organisasi lebih menyukai pertemuan pendek atau panjang, dan berapa banyak waktu organisasi bersedia berkomitmen untuk perencanaan strategis.
2. 2. Attempt to complete strategic planning in at most two to three months, or momentum will be lost and the planning effort may fall apart. Mencoba untuk menyelesaikan perencanaan strategis dalam paling banyak dua sampai tiga bulan, atau momentum akan hilang dan upaya perencanaan mungkin berantakan.
Scheduling of Meetings Penjadwalan Rapat

1. 1. Have each meeting at most two to three weeks apart when planning. Apakah setiap pertemuan paling banyak dua atau tiga minggu selain saat perencanaan. It's too easy to lose momentum otherwise. Ini terlalu mudah kehilangan momentum sebaliknya.
2. 2. The most important factor in accomplishing complete attendance to planning meetings is evidence of strong support from executives. Therefore, ensure that executives a) issue clear direction that they strongly support and value the strategic planning process, and b) are visibly involved in the planning process. Yang menjadi faktor penting dalam mencapai pertemuan yang paling lengkap untuk perencanaan pertemuan tersebut adalah bukti dukungan yang kuat dari eksekutif. Oleh karena itu, memastikan bahwa eksekutif masalah jelas arah) bahwa mereka sangat mendukung dan menghargai proses perencanaan strategis, dan b) jelas tampak terlibat dalam proses perencanaan .
An Example Planning Process and Design of Meetings Sebuah Contoh Proses Perencanaan dan Desain Rapat

One example of a brief planning process is the following which includes four planning meetings and develops a top-level strategic plan which is later translated into a yearly operating plan by the staff: Salah satu contoh proses perencanaan singkat adalah berikut ini yang mencakup empat pertemuan perencanaan dan mengembangkan rencana strategis tingkat-atas yang kemudian diterjemahkan menjadi rencana operasional tahunan oleh staf:
1. 1. Planning starts with a half-day or all-day board retreat and includes introductions by the board chair and/or chief executive, their explanations of the organization's benefits from strategic planning and the organization's commitment to the planning process, the facilitator's overview of the planning process, and the board chairs and/or chief executive's explanation of who will be involved in the planning process. Perencanaan dimulai dengan hari-setengah atau semua-hari retret dewan dan termasuk perkenalan oleh kursi dewan dan / atau eksekutif, mereka penjelasan dari organisasi manfaat dari perencanaan strategis dan organisasi komitmen untuk proses perencanaan, fasilitator, ikhtisar perencanaan proses, dan kursi direksi dan / atau penjelasan eksekutif utama yang akan terlibat dalam proses perencanaan. In the retreat, the organization may then begin the next step in planning, whether this be visiting their mission, vision, values, etc. or identifying current issues and goals to which strategies will need to be developed. Dalam retret, organisasi kemudian dapat memulai langkah selanjutnya dalam perencanaan, apakah mereka akan mengunjungi misi, visi, nilai, dll atau mengidentifikasi isu-isu saat ini dan tujuan yang akan strategi perlu dikembangkan. (Goals are often reworded issues.) Planners are asked to think about strategies before the next meeting. (Gol sering reworded masalah strategi.) Perencana diminta untuk memikirkan sebelum pertemuan berikutnya.
2. 2. The next meeting focuses on finalizing strategies to deal with each issue. Pertemuan berikutnya berfokus pada menyelesaikan strategi untuk menangani masalah masing-masing. Before the next meeting, a subcommittee is charged to draft the planning document, which includes updated mission, vision, and values, and also finalized strategic issues, goals, strategies. Sebelum pertemuan berikutnya, subkomite dibebankan untuk menyusun dokumen perencanaan, yang mencakup misi diperbaharui, visi, dan nilai-nilai, dan juga menyelesaikan isu-isu strategis, tujuan, strategi. This document is distributed before the next meeting. Dokumen ini didistribusikan sebelum pertemuan berikutnya.
3. 3. In the next meeting, planners exchange feedback about the content and format of the planning document. Dalam pertemuan berikutnya, perencana pertukaran umpan balik tentang isi dan format dokumen perencanaan. Feedback is incorporated in the document and it is distributed before the next meeting. Saran atau masukan didirikan di dokumen dan didistribusikan sebelum pertemuan berikutnya.
4. 4. The next meeting does not require entire attention to the plan, eg, the document is authorized by the board during a regular board meeting. Pertemuan berikutnya tidak memerlukan seluruh perhatian untuk merencanakan, misalnya, dokumen tersebut disahkan oleh dewan dalam pertemuan dewan biasa.
5. 5. Note that in the above example, various subcommittees might be charged to gather additional information and distribute it before the next planning meeting. Catatan bahwa dalam contoh di atas, berbagai subkomite mungkin akan dikenakan biaya untuk mengumpulkan informasi tambahan dan mendistribusikannya sebelum rapat perencanaan berikutnya.
6 Note, too, that the staff may take this document and establish a yearly operating plan which details what strategies will be implemented over the next year, who will do them, and by when. 6 Perhatikan juga, bahwa staf dapat mengambil dokumen ini dan membuat rencana operasi tahunan yang merinci strategi apa yang akan dilaksanakan selama tahun depan, yang akan melakukannya, dan kapan.
7. 7. No matter how serious organizations are about strategic planning, they usually have strong concerns about being able to find time to attend frequent meetings. Tidak peduli seberapa serius organisasi tentang perencanaan strategis, mereka biasanya memiliki keprihatinan yang kuat tentang bisa menemukan waktu untuk menghadiri pertemuan sering. This concern can be addressed by ensuring meetings are well managed, having short meetings as needed rather than having fewer but longer meetings, and having realistic expectations from the planning project. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan memastikan pertemuan dikelola dengan baik, setelah pertemuan yang diperlukan pendek daripada memiliki tapi lagi pertemuan lebih sedikit, dan memiliki harapan yang realistis dari perencanaan proyek.

How Do We Ensure Implementation of Our New Plan? Bagaimana Kita Pastikan Pelaksanaan Rencana Baru Kita?

A frequent complaint about the strategic planning process is that it produces a document that ends up collecting dust on a shelf -- the organization ignores the precious information depicted in the document. Keluhan sering tentang proses strategis perencanaan adalah bahwa hal itu menghasilkan dokumen yang berakhir dengan mengumpulkan debu di rak - organisasi mengabaikan informasi berharga digambarkan dalam dokumen.

The following guidelines will help ensure that the plan is implemented. Pedoman berikut ini akan membantu memastikan bahwa rencana tersebut diimplementasikan.
(Note that reference to boards of directors is in regard to organizations that are corporations. (Catatan bahwa referensi untuk dewan direksi adalah berkaitan dengan organisasi yang korporasi.
1. 1. When conducting the planning process, involve the people who will be responsible for implementing the plan. Ketika melakukan proses perencanaan, melibatkan orang-orang yang akan bertanggung jawab untuk menerapkan rencana tersebut. Use a cross-functional team (representatives from each of the major organization's products or service) to ensure the plan is realistic and collaborative. Gunakan tim lintas-fungsional (perwakilan dari masing-masing organisasi utama yang produk atau layanan) untuk memastikan rencana tersebut realistis dan kolaboratif.
2. 2. Ensure the plan is realistic. Pastikan rencana yang realistis. Continue asking planning participants “Is this realistic? Lanjutkan meminta peserta perencanaan "Apakah ini realistis? Can you really do this?” Dapatkah Anda benar-benar melakukan ini? "
3. 3. Organize the overall strategic plan into smaller action plans, often including an action plan (or work plan) for each committee on the board. Mengatur rencana strategis secara keseluruhan menjadi rencana aksi yang lebih kecil, sering termasuk rencana aksi (atau rencana kerja) untuk masing-masing komite di papan tulis.
4. 4. In the overall planning document, specify who is doing what and by when (action plans are often referenced in the implementation section of the overall strategic plan). Dalam dokumen perencanaan keseluruhan, tentukan siapa yang melakukan apa dan kapan (rencana aksi yang sering dirujuk di bagian pelaksanaan rencana strategis secara keseluruhan). Some organizations may elect to include the action plans in a separate document from the strategic plan, which would include only the mission, vision, values, key issues and goals, and strategies. Beberapa organisasi dapat memilih untuk memasukkan rencana aksi dalam dokumen terpisah dari rencana strategis, yang hanya akan mencakup misi, visi, nilai-nilai, isu-isu kunci dan tujuan, dan strategi. This approach carries some risk that the board will lose focus on the action plans. Pendekatan ini membawa beberapa risiko bahwa dewan akan kehilangan fokus pada rencana aksi.
5. 5. In an implementation section in the plan, specify and clarify the plan's implementation roles and responsibilities. Dalam sebuah bagian dalam rencana implementasi, tentukan dan menjelaskan rencana itu pelaksanaan peran dan tanggung jawab. Be sure to detail particularly the first 90 days of the implementation of the plan. Pastikan untuk detail khususnya 90 hari pertama pelaksanaan rencana. Build in regular reviews of status of the implementation of the plan. Membangun dalam tinjauan rutin status pelaksanaan rencana.
6. 6. Translate the strategic plan's actions into job descriptions and personnel performance reviews. Terjemahkan strategis yang rencana tindakan ke deskripsi kerja dan kinerja personil tinjauan.
7. 7. Communicate the role of follow-ups to the plan. Mengkomunikasikan peran tindak lanjut atas rencana tersebut. If people know the action plans will be regularly reviewed, implementers tend to do their jobs before they're checked on. Jika orang mengetahui rencana aksi akan ditinjau ulang secara teratur, pelaksana cenderung untuk melakukan pekerjaan mereka sebelum mereka memeriksa.
8. 8. Be sure to document and distribute the plan, including inviting review input from all. Pastikan untuk dokumen dan mendistribusikan rencana tersebut, termasuk meninjau mengundang masukan dari semua.
9. 9. Be sure that one internal person has ultimate responsibility that the plan is enacted in a timely fashion. Pastikan bahwa satu orang internal memiliki tanggung jawab utama bahwa rencana tersebut berlaku secara tepat waktu.
10. 10. The chief executive's support of the plan is a major driver to the plan's implementation. Chief eksekutif mendukung rencana tersebut adalah penggerak utama untuk pelaksanaan rencana itu. Integrate the plan's goals and objectives into the chief executive's performance reviews. yang Mengintegrasikan rencana tujuan dan sasaran kinerja yang menjadi eksekutif review kepala.
11. 11. Place huge emphasis on feedback to the board's executive committee from the planning participants. Tempat yang besar penekanan pada umpan balik untuk komite eksekutif forum dari para peserta perencanaan.

Consider all or some of the following to ensure the plan is implemented. Pertimbangkan semua atau beberapa hal berikut untuk memastikan rencana diimplementasikan.
12. 12. Have designated rotating “checkers” to verify, eg, every quarter, if each implementer completed their assigned tasks. Telah ditunjuk berputar "dam" untuk memverifikasi, misalnya, setiap kuartal, jika setiap pelaksana menyelesaikan tugas yang diberikan mereka.
13. 13. Have pairs of people be responsible for tasks. Apakah pasangan orang bertanggung jawab untuk tugas. Have each partner commit to helping the other to finish the other's tasks on time. Apakah masing-masing mitra berkomitmen untuk membantu yang lain untuk menyelesaikan tugas lain waktu.

Pedoman untuk Perencanaan Selama Jauhkan Perspektif

Many managers spend most of their time "fighting fires" in the workplace. Banyak manajer menghabiskan sebagian besar waktu mereka "memerangi kebakaran" di tempat kerja. -- their time is spent realizing and reacting to problems. - Waktu mereka dihabiskan menyadari dan bereaksi terhadap masalah. For these managers -- and probably for many of us -- it can be very difficult to stand back and take a hard look at what we want to accomplish and how we want to accomplish it. We're too buy doing what we think is making progress. Untuk para manajer - dan mungkin bagi banyak dari kami - ini bisa sangat sulit untuk berdiri kembali dan melihat keras pada apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita ingin mencapainya. Juga membeli Kami melakukan apa yang kita anggap membuat kemajuan. However, one of the major differences between new and experienced managers is the skill to see the broad perspective, to take the long view on what we want to do and how we're going to do it. Namun, salah satu perbedaan utama antara manajer baru dan berpengalaman adalah keterampilan untuk melihat perspektif yang luas, untuk mengambil pandangan lama pada apa yang kita ingin lakukan dan bagaimana kita akan melakukannya. One of the best ways to develop this skill is through ongoing experience in strategic planning. Salah satu cara terbaik untuk mengembangkan keterampilan ini adalah melalui pengalaman yang berkelanjutan dalam perencanaan strategis. The following guidelines may help you to get the most out of your strategic planning experience. Panduan berikut dapat membantu Anda untuk mendapatkan hasil maksimal dari pengalaman perencanaan strategis Anda.
1. 1. The real benefit of the strategic planning process is the process, not the plan document. Manfaat nyata dari proses perencanaan strategis adalah proses, bukan dokumen perencanaan.
2. 2. There is no "perfect" plan. Tidak ada "sempurna" rencana. There's doing your best at strategic thinking and implementation, and learning from what you're doing to enhance what you're doing the next time around. Ada melakukan yang terbaik pada pemikiran strategis dan implementasi, dan belajar dari apa yang Anda lakukan untuk meningkatkan apa yang Anda lakukan pada waktu berikutnya.
3. 3. The strategic planning process is usually not an "aha!" experience. Proses perencanaan strategis biasanya bukan aha "pengalaman!". It's like the management process itself -- it's a series of small moves that together keep the organization doing things right as it heads in the right direction. Ini seperti proses manajemen itu sendiri - ini adalah serangkaian langkah kecil yang bersama-sama menjaga organisasi melakukan hal yang benar seperti kepala ke arah yang benar.
4. 4. In planning, things usually aren't as bad as you fear nor as good as you'd like. Dalam perencanaan, hal-hal yang biasanya tidak seburuk yang kamu takut tidak sebaik seperti yang Anda inginkan.
5. 5. Start simple, but start! Mulai yang sederhana, tapi memulai!

Need Consultant or Facilitator to Help You With Planning? Perlu konsultan atau fasilitator untuk Membantu Anda Dengan Perencanaan?

You may want to consider using a facilitator from outside of your organization if: Anda mungkin ingin mempertimbangkan untuk menggunakan fasilitator dari luar organisasi Anda jika:
1. 1. Your organization has not conducted strategic planning before. Organisasi Anda tidak melakukan perencanaan strategis sebelumnya.
2. 2. For a variety of reasons, previous strategic planning was not deemed to be successful. Untuk berbagai alasan, perencanaan strategis yang sebelumnya tidak dianggap berhasil.
3. 3. There appears to be a wide range of ideas and/or concerns among organization members about strategic planning and current organizational issues to be addressed in the plan. Tampaknya ada berbagai gagasan dan / atau masalah di antara anggota organisasi tentang perencanaan strategis dan isu-isu organisasi saat ini harus ditangani dalam rencana tersebut.
4. 4. There is no one in the organization who members feel has sufficient facilitation skills. Tidak ada satu dalam organisasi yang anggota merasa memiliki ketrampilan fasilitasi yang memadai.
5. 5. No one in the organization feels committed to facilitating strategic planning for the organization. Tidak seorang pun di organisasi merasa berkomitmen untuk memfasilitasi perencanaan strategis bagi organisasi.
6. 6. Leaders believe that an inside facilitator will either inhibit participation from others or will not have the opportunity to fully participate in planning themselves. Pemimpin percaya bahwa fasilitator dalam baik akan menghambat partisipasi dari orang lain atau tidak akan memiliki kesempatan untuk berpartisipasi penuh dalam perencanaan sendiri.
7. 7. Leaders want an objective voice, ie, someone who is not likely to have strong predispositions about the organization's strategic issues and ideas. Pemimpin menginginkan suara yang objektif, yaitu, seseorang yang tidak cenderung memiliki kecenderungan kuat tentang isu-isu strategis organisasi dan ide.

(Also see Consultants (using) .) (Juga lihat Konsultan (menggunakan) .)

Who Should Be Involved in Planning? Siapa yang Harus Terlibat dalam Perencanaan?

Strategic planning should be conducted by a planning team. Consider the following guidelines when developing the team. Perencanaan strategis harus dilakukan oleh tim perencanaan. Pertimbangkan panduan berikut saat mengembangkan tim.
(Note that reference to boards of directors is in regard to organizations that are corporations.) (Catatan bahwa referensi untuk dewan direksi adalah berkaitan dengan organisasi yang perusahaan.)
1. 1. The chief executive and board chair should be included in the planning group, and should drive development and implementation of the plan. Eksekutif kepala dan kursi dewan harus dimasukkan dalam kelompok perencanaan, dan harus mendorong pengembangan dan implementasi rencana.
2. 2. Establish clear guidelines for membership, for example, those directly involved in planning, those who will provide key information to the process, those who will review the plan document, those who will authorize the document, etc. Menetapkan pedoman yang jelas untuk keanggotaan, misalnya, perencanaan yang secara langsung terlibat dalam, orang-orang yang akan memberikan informasi kunci untuk proses ini, mereka yang akan meninjau dokumen perencanaan, mereka yang akan mengotorisasi dokumen, dll
3. 3. A primary responsibility of a board of directors is strategic planning to effectively lead the organization. Tanggung jawab utama dari dewan direksi adalah perencanaan strategis untuk memimpin organisasi secara efektif. Therefore, insist that the board be strongly involved in planning, often including assigning a planning committee (often, the same as the executive committee). Oleh karena itu, bersikeras bahwa dewan akan sangat terlibat di dalam perencanaan, sering termasuk menugaskan sebuah komite perencanaan (sering, sama seperti komite eksekutif).
4. 4. Ask if the board membership is representative of the organization's clientele and community, and if they are not, the organization may want to involve more representation in planning. Tanyakan apakah keanggotaan dewan merupakan perwakilan dari organisasi klien dan masyarakat, dan kalau mereka tidak, organisasi mungkin ingin melibatkan perwakilan lebih dalam perencanaan. If the board chair or chief executive balks at including more of the board members in planning, then the chief executive and/or board chair needs to seriously consider how serious the organization is about strategic planning! Jika kursi dewan atau eksekutif balks di termasuk lebih dari anggota dewan dalam perencanaan, maka eksekutif kepala dan / atau kursi dewan perlu serius mempertimbangkan bagaimana organisasi serius adalah tentang perencanaan strategis!
5. 5. Always include in the group, at least one person who ultimately has authority to make strategic decisions, for example, to select which goals will be achieved and how. Selalu sertakan dalam grup tersebut, setidaknya satu orang yang akhirnya memiliki wewenang untuk membuat keputusan strategis, misalnya, untuk memilih tujuan yang akan dicapai dan bagaimana.
6. 6. Ensure that as many stakeholders as possible are involved in the planning process. Memastikan bahwa sebanyak mungkin stakeholder yang terlibat dalam proses perencanaan.
7. 7. Involve at least those who are responsible for composing and implementing the plan. Melibatkan setidaknya mereka yang bertanggung jawab untuk menyusun dan melaksanakan rencana tersebut.
8. 8. Involve someone to administrate the process, including arranging meetings, helping to record key information, helping with flipcharts, monitoring status of prework, etc. Libatkan seseorang untuk administrate proses, termasuk mengatur pertemuan, membantu untuk merekam informasi kunci, membantu dengan flipchart, pemantauan status prework, dll
9. 9. Consider having the above administrator record the major steps in the planning process to help the organization conduct its own planning when the plan is next updated. Mempertimbangkan memiliki catatan administrator di atas langkah-langkah utama dalam proses perencanaan untuk membantu organisasi melakukan perencanaan sendiri ketika rencananya adalah berikutnya diperbarui.

Note the following considerations: Perhatikan pertimbangan sebagai berikut:
10. 10. Different types of members may be needed more at different times in the planning process, for example, strong board involvement in determining the organization's strategic direction (mission, vision, and values), and then more staff involvement in determining the organization's strategic analysis to determine its current issues and goals, and then primarily the staff to determine the strategies needed to address the issues and meet the goals. Berbagai jenis anggota mungkin diperlukan lebih pada waktu yang berbeda dalam proses perencanaan, misalnya, keterlibatan dewan kuat dalam menentukan strategis arahan organisasi (misi, visi, dan nilai-nilai), dan kemudian lebih staf keterlibatan dalam menentukan strategis analisis organisasi untuk menentukan isu-isu saat ini dan tujuan, dan kemudian staf terutama untuk menentukan strategi yang diperlukan untuk mengatasi masalah dan mencapai tujuan.
11. 11. In general, where there's any doubt about whether a certain someone should be involved in planning, it's best to involve them. It's worse to exclude someone useful then it is to have one or two extra people in planning -- this is true in particular with organizations where board members often do not have extensive expertise about the organization and its products or services. Secara umum, di mana ada keraguan tentang apakah seseorang tertentu harus terlibat dalam perencanaan, yang terbaik untuk melibatkan mereka. Ini lebih buruk untuk mengecualikan seseorang yang berguna maka adalah untuk memiliki satu atau dua orang tambahan dalam merencanakan - hal ini benar khususnya dengan organisasi di mana anggota dewan sering tidak memiliki keahlian yang luas tentang organisasi dan produk atau jasa.
12. 12. Therefore, an organization may be better off to involve board and staff planners as much as possible in all phases of planning. Mixing the board and staff during planning helps board members understand the day-to-day issues of the organization, and helps the staff to understand the top-level issues of the organization. Oleh karena itu, sebuah organisasi mungkin lebih baik untuk melibatkan dewan dan staf perencana sebanyak mungkin dalam semua tahap perencanaan. Mencampur dewan dan staf selama perencanaan membantu anggota dewan memahami-hari masalah hari organisasi, dan membantu staf untuk memahami isu-isu tingkat atas organisasi.

How Many Planning Meetings Will We Need? Bagaimana Perencanaan Banyak Rapat Apakah Kita Perlu?
Number and Duration of Planning Meetings Jumlah dan Jangka waktu Perencanaan Rapat

1. 1. New planners usually want to know how many meetings will be needed and what is needed for each meeting, ie, they want a procedure for strategic planning. New perencana biasanya ingin tahu berapa banyak pertemuan akan dibutuhkan dan apa yang dibutuhkan untuk setiap pertemuan, yaitu, mereka menginginkan prosedur untuk perencanaan strategis. The number of meetings depends on whether the organization has done planning before, how many strategic issues and goals the organization faces, whether the culture of the organization prefers short or long meetings, and how much time the organization is willing to commit to strategic planning. Jumlah pertemuan tergantung pada apakah organisasi telah dilakukan perencanaan sebelum, berapa banyak isu-isu strategis dan tujuan organisasi wajah, apakah budaya organisasi lebih menyukai pertemuan pendek atau panjang, dan berapa banyak waktu organisasi bersedia berkomitmen untuk perencanaan strategis.
2. 2. Attempt to complete strategic planning in at most two to three months, or momentum will be lost and the planning effort may fall apart. Mencoba untuk menyelesaikan perencanaan strategis dalam paling banyak dua sampai tiga bulan, atau momentum akan hilang dan upaya perencanaan mungkin berantakan.
Scheduling of Meetings Penjadwalan Rapat

1. 1. Have each meeting at most two to three weeks apart when planning. Apakah setiap pertemuan paling banyak dua atau tiga minggu selain saat perencanaan. It's too easy to lose momentum otherwise. Ini terlalu mudah kehilangan momentum sebaliknya.
2. 2. The most important factor in accomplishing complete attendance to planning meetings is evidence of strong support from executives. Therefore, ensure that executives a) issue clear direction that they strongly support and value the strategic planning process, and b) are visibly involved in the planning process. Yang menjadi faktor penting dalam mencapai pertemuan yang paling lengkap untuk perencanaan pertemuan tersebut adalah bukti dukungan yang kuat dari eksekutif. Oleh karena itu, memastikan bahwa eksekutif masalah jelas arah) bahwa mereka sangat mendukung dan menghargai proses perencanaan strategis, dan b) jelas tampak terlibat dalam proses perencanaan .
An Example Planning Process and Design of Meetings Sebuah Contoh Proses Perencanaan dan Desain Rapat

One example of a brief planning process is the following which includes four planning meetings and develops a top-level strategic plan which is later translated into a yearly operating plan by the staff: Salah satu contoh proses perencanaan singkat adalah berikut ini yang mencakup empat pertemuan perencanaan dan mengembangkan rencana strategis tingkat-atas yang kemudian diterjemahkan menjadi rencana operasional tahunan oleh staf:
1. 1. Planning starts with a half-day or all-day board retreat and includes introductions by the board chair and/or chief executive, their explanations of the organization's benefits from strategic planning and the organization's commitment to the planning process, the facilitator's overview of the planning process, and the board chairs and/or chief executive's explanation of who will be involved in the planning process. Perencanaan dimulai dengan hari-setengah atau semua-hari retret dewan dan termasuk perkenalan oleh kursi dewan dan / atau eksekutif, mereka penjelasan dari organisasi manfaat dari perencanaan strategis dan organisasi komitmen untuk proses perencanaan, fasilitator, ikhtisar perencanaan proses, dan kursi direksi dan / atau penjelasan eksekutif utama yang akan terlibat dalam proses perencanaan. In the retreat, the organization may then begin the next step in planning, whether this be visiting their mission, vision, values, etc. or identifying current issues and goals to which strategies will need to be developed. Dalam retret, organisasi kemudian dapat memulai langkah selanjutnya dalam perencanaan, apakah mereka akan mengunjungi misi, visi, nilai, dll atau mengidentifikasi isu-isu saat ini dan tujuan yang akan strategi perlu dikembangkan. (Goals are often reworded issues.) Planners are asked to think about strategies before the next meeting. (Gol sering reworded masalah strategi.) Perencana diminta untuk memikirkan sebelum pertemuan berikutnya.
2. 2. The next meeting focuses on finalizing strategies to deal with each issue. Pertemuan berikutnya berfokus pada menyelesaikan strategi untuk menangani masalah masing-masing. Before the next meeting, a subcommittee is charged to draft the planning document, which includes updated mission, vision, and values, and also finalized strategic issues, goals, strategies. Sebelum pertemuan berikutnya, subkomite dibebankan untuk menyusun dokumen perencanaan, yang mencakup misi diperbaharui, visi, dan nilai-nilai, dan juga menyelesaikan isu-isu strategis, tujuan, strategi. This document is distributed before the next meeting. Dokumen ini didistribusikan sebelum pertemuan berikutnya.
3. 3. In the next meeting, planners exchange feedback about the content and format of the planning document. Dalam pertemuan berikutnya, perencana pertukaran umpan balik tentang isi dan format dokumen perencanaan. Feedback is incorporated in the document and it is distributed before the next meeting. Saran atau masukan didirikan di dokumen dan didistribusikan sebelum pertemuan berikutnya.
4. 4. The next meeting does not require entire attention to the plan, eg, the document is authorized by the board during a regular board meeting. Pertemuan berikutnya tidak memerlukan seluruh perhatian untuk merencanakan, misalnya, dokumen tersebut disahkan oleh dewan dalam pertemuan dewan biasa.
5. 5. Note that in the above example, various subcommittees might be charged to gather additional information and distribute it before the next planning meeting. Catatan bahwa dalam contoh di atas, berbagai subkomite mungkin akan dikenakan biaya untuk mengumpulkan informasi tambahan dan mendistribusikannya sebelum rapat perencanaan berikutnya.
6 Note, too, that the staff may take this document and establish a yearly operating plan which details what strategies will be implemented over the next year, who will do them, and by when. 6 Perhatikan juga, bahwa staf dapat mengambil dokumen ini dan membuat rencana operasi tahunan yang merinci strategi apa yang akan dilaksanakan selama tahun depan, yang akan melakukannya, dan kapan.
7. 7. No matter how serious organizations are about strategic planning, they usually have strong concerns about being able to find time to attend frequent meetings. Tidak peduli seberapa serius organisasi tentang perencanaan strategis, mereka biasanya memiliki keprihatinan yang kuat tentang bisa menemukan waktu untuk menghadiri pertemuan sering. This concern can be addressed by ensuring meetings are well managed, having short meetings as needed rather than having fewer but longer meetings, and having realistic expectations from the planning project. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan memastikan pertemuan dikelola dengan baik, setelah pertemuan yang diperlukan pendek daripada memiliki tapi lagi pertemuan lebih sedikit, dan memiliki harapan yang realistis dari perencanaan proyek.

How Do We Ensure Implementation of Our New Plan? Bagaimana Kita Pastikan Pelaksanaan Rencana Baru Kita?

A frequent complaint about the strategic planning process is that it produces a document that ends up collecting dust on a shelf -- the organization ignores the precious information depicted in the document. Keluhan sering tentang proses strategis perencanaan adalah bahwa hal itu menghasilkan dokumen yang berakhir dengan mengumpulkan debu di rak - organisasi mengabaikan informasi berharga digambarkan dalam dokumen.

The following guidelines will help ensure that the plan is implemented. Pedoman berikut ini akan membantu memastikan bahwa rencana tersebut diimplementasikan.
(Note that reference to boards of directors is in regard to organizations that are corporations. (Catatan bahwa referensi untuk dewan direksi adalah berkaitan dengan organisasi yang korporasi.
1. 1. When conducting the planning process, involve the people who will be responsible for implementing the plan. Ketika melakukan proses perencanaan, melibatkan orang-orang yang akan bertanggung jawab untuk menerapkan rencana tersebut. Use a cross-functional team (representatives from each of the major organization's products or service) to ensure the plan is realistic and collaborative. Gunakan tim lintas-fungsional (perwakilan dari masing-masing organisasi utama yang produk atau layanan) untuk memastikan rencana tersebut realistis dan kolaboratif.
2. 2. Ensure the plan is realistic. Pastikan rencana yang realistis. Continue asking planning participants “Is this realistic? Lanjutkan meminta peserta perencanaan "Apakah ini realistis? Can you really do this?” Dapatkah Anda benar-benar melakukan ini? "
3. 3. Organize the overall strategic plan into smaller action plans, often including an action plan (or work plan) for each committee on the board. Mengatur rencana strategis secara keseluruhan menjadi rencana aksi yang lebih kecil, sering termasuk rencana aksi (atau rencana kerja) untuk masing-masing komite di papan tulis.
4. 4. In the overall planning document, specify who is doing what and by when (action plans are often referenced in the implementation section of the overall strategic plan). Dalam dokumen perencanaan keseluruhan, tentukan siapa yang melakukan apa dan kapan (rencana aksi yang sering dirujuk di bagian pelaksanaan rencana strategis secara keseluruhan). Some organizations may elect to include the action plans in a separate document from the strategic plan, which would include only the mission, vision, values, key issues and goals, and strategies. Beberapa organisasi dapat memilih untuk memasukkan rencana aksi dalam dokumen terpisah dari rencana strategis, yang hanya akan mencakup misi, visi, nilai-nilai, isu-isu kunci dan tujuan, dan strategi. This approach carries some risk that the board will lose focus on the action plans. Pendekatan ini membawa beberapa risiko bahwa dewan akan kehilangan fokus pada rencana aksi.
5. 5. In an implementation section in the plan, specify and clarify the plan's implementation roles and responsibilities. Dalam sebuah bagian dalam rencana implementasi, tentukan dan menjelaskan rencana itu pelaksanaan peran dan tanggung jawab. Be sure to detail particularly the first 90 days of the implementation of the plan. Pastikan untuk detail khususnya 90 hari pertama pelaksanaan rencana. Build in regular reviews of status of the implementation of the plan. Membangun dalam tinjauan rutin status pelaksanaan rencana.
6. 6. Translate the strategic plan's actions into job descriptions and personnel performance reviews. Terjemahkan strategis yang rencana tindakan ke deskripsi kerja dan kinerja personil tinjauan.
7. 7. Communicate the role of follow-ups to the plan. Mengkomunikasikan peran tindak lanjut atas rencana tersebut. If people know the action plans will be regularly reviewed, implementers tend to do their jobs before they're checked on. Jika orang mengetahui rencana aksi akan ditinjau ulang secara teratur, pelaksana cenderung untuk melakukan pekerjaan mereka sebelum mereka memeriksa.
8. 8. Be sure to document and distribute the plan, including inviting review input from all. Pastikan untuk dokumen dan mendistribusikan rencana tersebut, termasuk meninjau mengundang masukan dari semua.
9. 9. Be sure that one internal person has ultimate responsibility that the plan is enacted in a timely fashion. Pastikan bahwa satu orang internal memiliki tanggung jawab utama bahwa rencana tersebut berlaku secara tepat waktu.
10. 10. The chief executive's support of the plan is a major driver to the plan's implementation. Chief eksekutif mendukung rencana tersebut adalah penggerak utama untuk pelaksanaan rencana itu. Integrate the plan's goals and objectives into the chief executive's performance reviews. yang Mengintegrasikan rencana tujuan dan sasaran kinerja yang menjadi eksekutif review kepala.
11. 11. Place huge emphasis on feedback to the board's executive committee from the planning participants. Tempat yang besar penekanan pada umpan balik untuk komite eksekutif forum dari para peserta perencanaan.

Consider all or some of the following to ensure the plan is implemented. Pertimbangkan semua atau beberapa hal berikut untuk memastikan rencana diimplementasikan.
12. 12. Have designated rotating “checkers” to verify, eg, every quarter, if each implementer completed their assigned tasks. Telah ditunjuk berputar "dam" untuk memverifikasi, misalnya, setiap kuartal, jika setiap pelaksana menyelesaikan tugas yang diberikan mereka.
13. 13. Have pairs of people be responsible for tasks. Apakah pasangan orang bertanggung jawab untuk tugas. Have each partner commit to helping the other to finish the other's tasks on time. Apakah masing-masing mitra berkomitmen untuk membantu yang lain untuk menyelesaikan tugas lain waktu.

© Copyright Carter McNamara, MBA, PhD, Authenticity Consulting, LLC, ahli dalam perencanaan strategis .