Cerita tentang kemiskinan di
Jakarta memang tidak ada habisnya. Sampai statement “Ibukota (Jakarta) lebih
kejam daripada ibu tiri” menjadi sangat terkenal di Indonesia.
Yah…banyak orang yang tergiur
akan “keindahan & gemerlapannya” kehidupan kota Jakarta yang menyebabkan
banyakkan orang daerah mencari peruntungan di ibukota untuk mengubah
nasib. Tapi hal itu berubah menjadi petaka (deuuh formal banget bahasa gue)
ketika mereka datang hanya bermodalkan “nekat” tanpa ada keterampilan khusus
ataupun pendidikan yang cukup, sehingga menyebabkan bertambah banyaknya pengangguran di
Jakarta dikarenakan terlalu banyak orang yang tidak cukup ‘kompeten’ untuk
bekerja.
Pengangguran yang saat ini
menjadi masalah pemerintah Jakarta dan juga saya, kita, kami orang Jakarta
(setuju tak kawan-kawan??). Kenapa menjadi masalah? Yah..kita pikir aja dengan
logika, pengangguran itu engga ada kerjaan, kalo engga kerja pastilah tak punya
duit walau engga punya duit tapi tentunya kebutuhan pokok kita untuk makan
engga mungkin ditunda, kepepet lapar jadinya copet, pencuri,penodong,pembunuh
whatever. Ini membuat Jakarta tidak aman, kriminalitas
meningkat, macet dimana-mana (karena
kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi), tidak tertib (kebanyakan orang
jadi susah ngaturnya), banjir (para
pendatang yang cuma modal nekat membangun tempat tinggal di bantaran kali,
buang sampah disitu pula menyebabkan penyempitan dan pendangkalan kali jadi
kalo musim hujan yaa banjir), banyaknya “gepeng”
alias gelandangan dan pengemis.
Nah gue mau nulis tentang fenomena
“gepeng” dari sudut pandang gue aja ya..
Menurut gue gepeng di Jakarta itu
normal lah ada di Jakarta, tapi yang bikin gue “ckckc…ckc..ckckc..” ternyata
penghasilan meraka kadang lebih besar daripada saya (kita ataupun sebagian pekerja yang berpredikat pegawai di Jakarta) dan rumah mereka pun cukup
mewah di daerah kampungnya, serta dapat membeli segambreng emas dan hebatnya
lagi bisa naik haji cing..cuma hasil dari ngemis, yah..kalah donk gue yang udah
sarjana belajar dan bekerja ampe jungkir balik tetep aja pas-pas’an. Miris
banget gak seh?? Tapi itulah faktanya hasil investivigasi, survey, penelitian
apapun namanya...
Makanya pemerintah DKI Jakarta mempunyai Perda Nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum pasal 40 c yang menyebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang memberikan sejumlah uang atau barang kepada pengemis, pengamen dan pengelap mobil. Pelanggar pasal tersebut dapat dikenai ancaman pidana kurungan paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta.
Dan gue setuju banget mendukung Perda tersebut, bukannya gue kejam ataupun tidak berprikemanusiaan tapi menurut gue sekarang tuh mengemis itu sudah menjadi pekerjaan bagi mereka yang malas tetapi ingin mendapatkan uang dari belas kasihan orang.
Secara yang gue lihat kebanyakan tuh yang ngemis badannya masih sehat, muda, malah banyak yang cenderung gemuk kalo miskin harusnya kurus donk karena prihatin gak bisa makan tapi ini malah “subur” dengan akting yang handal pasang muka drama wajah melas. Belom lagi pengemis yang gaya, ngemis tapi pegangannya Blackberry pula dan pernah gue lihat keluaran yang lumayan canggih (gilingaaan...hape gue aja purba banget!), banyak pula pengemis yang "ngoceh ngedumel" kalo ga dikasih dan adapula yang dikasih duit recehan malah dibuang lagi ke jalanan..yaelaaa sombong banget, namanya juga dikasih..seberapa juga kudu diterima dengan ikhlas jadi pengemis juga harus punya etiket donk!!!!!!!!
Praktek sewa-menyewa anak kecil ataupun bayi pun tak terhindarkan demi mendapatkan rupiah dari rasa kasihan orang lain dan tentunya banyak juga kasus penculikan anak untuk dijadikan pengemis. Nampaknya anak-anak sudah menjadi korban keserakahan dan objek pencari uang.
Padahal setahu saya, kebanyakan orang
yang beneran fakir miskin itu malu loh meminta-minta, mereka biasanya berusaha
bekerja ataupun berkreasi demi mendapatkan uang. Dan tentunya seperti yang kita
tahu Allah selalu memberikan rezeki kepada umat-Nya, walaupun jumlahnya
berbeda-beda tapi pasti cukup. Kalau ga cukup yaa namanya cobaan ujian
kehidupan untuk menguji makhluk-Nya agar bisa naik level dalam hal keimanan,
jadi kita harus ikhlas, berusaha dan bersyukur. Itu sih menurut gue kunci dalam
menjalani hidup
Dahulu setiap melihat pengemis
saya sedapat mungkin harus memberikan sedekah. Tetapi setelah tau kenyataan ini
maka saya hanya akan memberikan sedekah menurut kata hati saya. Menurut saya, kata hati alias batin seringkali
memberitahukan yang benar. Yang mana benar-benar membutuhkan, mana yang cuma “job
acting muka melas”, jadi bukannya gue pelit tapi dengan memberikan uang ke
setiap pengemis maka kita secara langsung turut andil membuka peluang
orang-orang beralih profesi menjadi pengemis yang cuma duduk dan mengubah raut
wajah menjadi sedih lalu datanglah orang memberikan uang. Iiih…males banget!!! Gue
aja kerja kudu banting tulang pergi pagi pulang malem belom lagi kalo lagi dateline
dengan kerjaan segambreng dan ocehan bos kalo kurang puas dengan pekerjaan
kita, ga relaaa gue…
Seringnya sih gue hanya
memberikan sedekah kepada orang-orang sekitar yang gue tau emang membutuhkanya,
nah info akuratnya gue dapet dari nyokap gue yang hobi banget gosip gaul
ama ibu-ibu di sekitar rumah jadi dananya langsung diterima orang yang
membutuhkan alias tepat sasaran. Memang sih gue mewajibkan diri sendiri untuk
memberikan uang sedekah setiap bulannya yang diambil dari gaji gue untuk anak
yatim piatu dan orang yang kurang mampu, karena menurut gue selain membantu mereka
dengan beramal menjauhkan kita dari musibah (sumpah ya…ini bener banget, sering
gue ngalaminnya, sampe temen gue anggep gue tuh orang yang beruntung) . Walaupun
dana yang gue sisihkan ga seberapa tapi kan yang penting niatnya, Allah juga
tau kemampuan saya seberapa sih secara kerja juga masih baru. hehee
Jadi saran gue sih, kalo mau
sedekah mending kita lihat lingkungan disekitar kita. Yang deket-deket aja dulu…dan
cari info apakah si ini itu anu kekurangan ga, atau kita bisa lihat dari
kesehariannya..dari situ kan bisa melihat kemampuanya apakah dia berhak
menerima atau tidak. Secara gue orangnya logis banget, ga mau rugi, cermat
mengeluarkan uang, makanya gue maunya dana yang gue salurkan itu tepat manfaat
secara gue juga susah nyarinya ya boo tuh rupiah kerja setiap hari tetep masuk walaupun hujan badai dan malas menyerang dan seharusnya bisa jadi
beberapa pasang sepatu cantik dan baju yang modis tapi emang udah gue ikhlasin
dan niatin untuk berbagi dengan yang membutuhkan.
Inget kita harus tepat sasaran
dan peduli, kalo kita berpikir ...
“Bodo ah..yang
penting niat gue baik mau sedekah, terserah nantinya tuh pengemis bo’ong atau
engga..itu kan urusan dia ama Tuhan”
Menurut gue sih pemikiran begini tuh maaf yaa agak "cetek & naive" gimana gitu , secara kalau judulnya niat kan harusnya niat cari tau mereka beneran butuh atau engga, menurut gue sih itu suatu bentuk ketidakpedulian kita. Karena
hanya akan menyuburkan lahan pekerjaan mengemis dan membuat Jakarta menjadi
kumuh. Gilingan omzet yang mereka dapet sebulan bisa sampai puluhan juta rupiah
apalagi kalau sudah puasa dan menjelang Lebaran. THR lo bisa-bisa kalah deh…..!