Saat itu industri kecil dan menengahlah yang mampu bertahan terhadap rembesan krisis global dengan kurang bergairahnya pasar saat itu. Bermula dari runtuhnya lehman Brothers dan anak perusahaan yang juga berdampak secara tidak langsung pada gairah perekonomian Indonesia.
UKM memang tidak terlepas dari kredit mikro yang selama ini disalurkan oleh perbankan. Bank milik pemerintah seperti BRI dan BPR memang sudah dari dulu bersegmen kepada kredit mikro untuk masyarakat kelas menengah kebawah. Dengan target pencapian yang sudah lebih dari 80%, bank lokal sudah mendapat kepercayaan tersendiri bagi masyarakat.
Namun, magnet Indonesia sebagai negara dengan populasi yang besar dan UKM yang berkembnag di daerah dan perkotaan mampu menarik minat Bank asing untuk menyalurkan dananya di sektor ini. Perbankan swasta asing melihat Indonesia adalah pasar yang baik. Apalagi Indonesia kaya akan sumber daya alam. Sehingga negara ini juga dikenal sebagai trading, food, and baverage country.
Saat ini, jumlah pelaku bisnis sektor UKM sudah mencapai hampir 4 juta usaha. Sektor ini juga mempekerjakan lebih dari 8 juta tenaga kerja. Sektor UKM di Indonesia dapat memberikan kontribusi sebesar 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional 2009. Hal itulah yang menarik Development Bank of Singapore (DBS) untuk mulai menyalurkan dananya di sektor UKM.
DBS Indonesia melirik pasar lokal dengan menyalurkan kredit sebesar Rp 4 triliun bagi usaha kecil dan menengah. Anak perusahaan DBS Group holding, salah satu institusi keuangan di Asia ini mulai melirik sector Usaha mikro Kecil Menengah (UMKM) karena Indonesia memiliki ketahanan perekonomian yang kuat dan memiliki pertumbuhan ekonomi yang menjanjikan berdasarkan data dari kementrian perdagangan.
Sektor-sektor Industri UKM yang menjadi target adalah perdagangan, manufaktur, distribusi, automotif, farmasi, minyak dan gas alam, karet, kelapa sawit, pelayaran, penambangan batubara, agribisnis, tekstil, kerajinan tangan dan kulit, dan termasuk kontraktor alat berat, sampai pada pengembang real estate.
DBS yang memiliki 40 kantor cabang dan cabang pembantu di 11 kota besar di Indonesia ini merasa optimis untuk dapat melipatgandakan penyaluran kreditnya sebesar 8 triliun. Saat ditanyakan bagaimana strategi DBS dalam persaingan dengan Bank BRI yang mempunyai spesialisasi melayani usaha kecil. dengan porsi kredit untuk mereka mencapai 81,7% dan BPR yang sudah terlebih dahulu mengggunakan system penyaluran kredit dengan dana yangbesar, Jayanta Kumar Roy, Head of SME banking DBS memberikan jawabannya.
“Memang penyaluran kredit Mikro DBS ini baru di Indonesia, tetapi di Singapura kita sudah menerapkan ini sebelumnya dengan Sustainable Market-ing Enterprise (SME). SME mempunyai pasar yang besar di Asia dan kita akan memberikan pelayanan yang berbeda dari setiap bidang kredit yang dibutuhkan,” ungkapnya, Kamis (16/12).
Jayanta juga memberikan jawaban atas pertanyaan bagaimana masyarakat kelas menengah kebawah di Indonesiadengan mudah mendapatkan kucuran dana kredit UKM dari DBS. kita sudah mempunyai tenaga spesialis di bidangindustri, setiap daerah tentunya memiliki kondisi geografis yang berbeda-beda. Hal itu juga menyebabkan karakteristik dari produk yang dihasilkan juga berbeda di setiap tempat, kami akan melakukan penyesuaian dengan mendatangi usaha kecil menengah, dan menanyakan apa yang mereka inginkan. Pelayanan kredit kami bersifat cepat, mudah, fleksibel, dan relationship oriented , lanjutnya.
Mengenai berapa besar bunga untuk kredit mikro ini, menurut Jayanta, tergantung dari demand atau permintaan di pasaran. “Apabila permintaan besar, tentu interest atau bunga menjadi kecil, tetapi apabila permintaan turun suplay akan naik kembali,” ungkapnya. (OL-3)